4"FINAL"

Tak Ada Pengampunan
Dika terus mengejar Anastasya , inget ya bukan mengejar cinta Anastasya tapi mengejar si penghianat . Sampai akhirnya Anastasya terpojok di pinggir tebing yang curam 

"mau kemana kau penghianat ? , kau sudah terpojok sekarang" tegas Dika dengan nafas terengah-engah

"heh ?? aku tidak akan kemana-mana , lagipula kau yang saat ini terpojok" jawab Anastasya dengan senyum jahat

Dika pun melihat sekelilingnya dan ternyata dia memang sudah dikepung oleh senjata jarak jauh yang bisa dikendalikan oleh Anastasya

"ohhh , kau ingin membunuhku dengan cara seperti ini  ? . Aku tidak akan kalah" sambil berlari ke arah Anastasya bagai angin yang berlalu

Dika melancarkan semua serangan seraya menghindar dari jebakan milik Anastasya . 

Anastasya pun mulai lelah 

"mulai lelah rupanya , mati kau penghianat"

"CLESSSSSHHHH" itu bukan suara tebasan pedang milik Dika , tapi suara tebasan pedang Anastasya

"beberapa detik lagi kau akan segera mati , karena sebelumnya sudah ku beri racun ular mamba hitam pada pedang ini"

"persetan kau penghianat"

"penghianat ? , kalian para petualang hanya mengganggu kami , mengganggu semua pekerjaan kami . Dan sudah sepantasnya kalian kami berantas satu persatu"

Dika menatap tajam kearah Anastasya , pandangannya makin lama makin lemah dan akhirnya Dika gugur .

"selesai juga , aku harus melihat kak Irena , sudah selesai belum dia ya ?" Anastasya pun pergi

#sementara itu Gibran dan Raka
"Dika sudah meninggal" tegas Gibran

"bagaimana kau bisa tau ?" tanya Raka

"aku adalah penyihir , aku bisa merasakan apa yang dialami semua teman ku"

"sialll !!!!!"

"sebaiknya kita berpencar"

"baiklah"

Gibran pun berlalu dan Raka tetap meneruskan langkahnya ke arah utara .

Hari pun menjelang petang , Raka beristirahat di pinggir sungai sembari menyalakan api unggun . Tiba-tiba Raka merasakan ada seseorang yang datang dari arah semak-semak , dia pun mengambil pedangnya .

Namun yang keluar hanyalah kelinci .

"sringggg !!!" suara pedang dari arah belakang Raka

"tringg !!!" Raka menahan serangan Anastasya yang menyerang secara mendadak

"apa kabar penghianat ?" tanya Raka

"kabar baik dan malam ini kau akan mati"  tegas Anastasya

"tunggu , kau lupa dengan pedang cadangan"

"apa pedang cadangan"

dan keluarlah pedang dari tangan kiri Raka , lalu menancap tepat di jantung Anastasya

"clesssssss !!!" kurang lebih suaranya kayak gitu

"aaarrgghhh !!!" Anastasya pun terjatuh dan banyak mengeluarkan darah

"kini kau kembali , namun tidak seperti yang ku harapkan"

"tolong aku Raka"

"tidak !!!"

"kenapa ?"

"terlalu banyak rahasia yang kau simpan , diperjalanan yang telah kau lalui"

"kali ini aku tidak akan menghianati kalian , aku yakin jalan masih panjang bagi kita , untuk buktikan segala keraguan"

"sudah banyak jalan yang kulalui , sudah banyak juga penderitaan yang ku alami ....."  mohon maaf dialog milik Raka cukup panjang sehingga saya malas ngetiknya

"yah udah mati , padahalkan masih panjang dialog aku" Anastasya sudah wafat karena kehabisan darah atau mungkin dia udah bosen ngedengerin ceramahnya Raka yang terlalu panjang

Namun Raka merasa ada yang aneh , kepalanya mulai pusing , giginya agak kuning matanya merah , eh dia bukan mabok tinja . Dia sudah terkena racun dari pedang Anastasya , racunnya dapat memutuskan jaringan otot juga bisa menyetop kinerja jantung .

Raka mulai lemas dan terbaring , mulutnya mulai mengeluarkan busa . Dia mati secara perlahan-lahan

#Kembali ke Gibran

Lalu kemana si Gibran ? apakah dia pecundang ? apakah dia pengecut yang membiarkan teman-temannya mati satu persatu .

Tidak , dia adalah si ahli strategi . Strategi macam apa yang rela meninggalkan teman-temannya meninggal seperti itu .

Ini adalah "STRATEGI PASAR" . Jadi kita menuliskan kisah teman kita yang berjuang sampai meninggal , tapi kita tidak perlu ikut meninggal .

Setelah itu kisahnya kita jual dalam bentuk buku novel . Pasti bakal laris dipasaran .

Lalu kemana Gibran saat ini ?

Dia masih hidup karen dia menyihir dirinya sendiri agar bisa hidup abadi

Qoute
"relakanlah jabatanmu untuk pasukanmu , jangan relakan pasukanmu untuk jabatanmu"
- Jend.Soedirman bukan Gibran

dan kisah Absurd ini berakhir dengan ucapan Terima Kasih dan Wassalam .

Post a Comment

0 Comments